Site icon rwiconnext.co.id

Momen Dedi Mulyadi Pernah Wanti-wanti Gunung Kuda Rawan Roboh di Tahun 2021

Pendahuluan: Alam, Manusia, dan Peringatan yang Terabaikan

Dedi MulyadiIndonesia merupakan negara yang berada di wilayah cincin api, yang membuatnya rawan terhadap berbagai bencana alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor. Di tengah kondisi geografis seperti ini, peringatan dini dan kearifan lokal memegang peran penting dalam mencegah jatuhnya korban jiwa dan kerusakan yang lebih besar. Salah satu tokoh yang dikenal sering bersuara mengenai kelestarian alam dan peringatan dini terhadap ancaman lingkungan adalah Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta dan tokoh Sunda yang aktif menyuarakan isu lingkungan.

Salah satu momen penting yang kini kembali diperbincangkan adalah ketika Dedi Mulyadi pernah mewanti-wanti soal potensi bahaya di kawasan Gunung Kuda pada tahun 2021. Peringatan ini sempat viral di media sosial, namun seperti banyak kejadian serupa lainnya, suara tersebut perlahan menghilang ditelan waktu — hingga akhirnya tragedi benar-benar terjadi.

Gunung Kuda: Sekilas Tentang Lokasi dan Keunikannya

Letak Geografis Gunung Kuda

Gunung Kuda adalah bagian dari gugusan pegunungan yang terletak di wilayah Jawa Barat, tepatnya di antara perbatasan Subang dan Purwakarta. Gunung ini tidak setinggi gunung berapi aktif seperti Tangkuban Perahu, tetapi memiliki lanskap yang curam dan batuan-batuan besar yang menyusun tubuh gunung tersebut.

Makna Nama dan Kepercayaan Masyarakat

Nama “Gunung Kuda” bukan tanpa arti. Dalam tradisi lisan masyarakat sekitar, gunung ini memiliki legenda dan dipercaya memiliki kekuatan mistis. Konon, bentuk gunung ini menyerupai kuda jika dilihat dari kejauhan. Beberapa warga bahkan meyakini bahwa gunung tersebut dijaga oleh makhluk halus dan menjadi tempat bersemayamnya roh-roh leluhur.

Kepercayaan ini menciptakan semacam ‘perlindungan alami’, di mana masyarakat tidak sembarangan menebang pohon atau menggali tanah di sekitar gunung tersebut. Namun seiring waktu, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan eksploitasi lahan, nilai-nilai ini mulai tergeser oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.

Momen Peringatan Dedi Mulyadi pada Tahun 2021

Kunjungan Lapangan dan Observasi Langsung

Pada pertengahan tahun 2021, Dedi Mulyadi melakukan kunjungan ke kawasan Gunung Kuda sebagai bagian dari kegiatan inspeksi lingkungan dan sosialnya. Dalam kunjungan tersebut, ia menyaksikan langsung perubahan drastis pada struktur gunung yang dipenuhi aktivitas penambangan batuan dan tanah.

Dalam sebuah video yang ia unggah ke media sosial, Dedi terlihat berdiri di kaki Gunung Kuda dan menunjuk ke arah tebing yang terlihat mulai retak dan gundul. Ia mengungkapkan kekhawatirannya akan potensi longsor besar jika hujan deras terus mengguyur kawasan tersebut. Ia bahkan menyebut bahwa struktur Gunung Kuda tidak lagi stabil karena ulah manusia.

“Kalau ini terus-terusan dikeruk, ini bisa ambruk, bisa longsor besar. Orang-orang di bawah sini harus hati-hati, bisa bahaya,” ujar Dedi dalam video tersebut.

Seruan dan Respons Pemerintah

Dalam kesempatan itu pula, Dedi Mulyadi menyerukan kepada pemerintah daerah dan dinas terkait untuk melakukan kajian geologi dan menghentikan aktivitas penambangan liar yang merusak struktur gunung. Ia juga mendorong agar ada relokasi bagi warga yang tinggal di daerah rawan longsor.

Sayangnya, peringatan itu tidak banyak ditanggapi serius. Beberapa pihak bahkan menganggap Dedi terlalu membesar-besarkan masalah. Tidak sedikit pula yang merasa bahwa aktivitas ekonomi seperti penambangan tidak bisa begitu saja dihentikan karena menyangkut mata pencaharian warga sekitar.

Tragedi yang Menguak Kebenaran Peringatan

Longsor Besar yang Menewaskan Korban

Pada awal tahun 2025, tepatnya setelah beberapa hari hujan deras mengguyur kawasan Gunung Kuda, terjadi longsor besar yang menimpa beberapa rumah warga di kaki gunung. Tanah longsor membawa serta bebatuan besar dan pohon-pohon tumbang, menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai puluhan lainnya. Kerusakan infrastruktur dan pemukiman cukup parah, dan ratusan warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Peristiwa ini sontak membuat publik teringat kembali pada peringatan Dedi Mulyadi di tahun 2021. Video dan unggahan lama beliau kembali viral dan menjadi sorotan media. Banyak yang menyesalkan bahwa peringatan tersebut tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah maupun masyarakat.

Reaksi Masyarakat dan Pemerintah

Setelah kejadian longsor, pemerintah daerah akhirnya turun tangan secara lebih serius. Aktivitas penambangan dihentikan sementara, dan dilakukan investigasi oleh Badan Geologi untuk menilai tingkat kerawanan tanah di kawasan tersebut.

Masyarakat pun mulai mengakui bahwa apa yang dikatakan oleh Dedi Mulyadi dulu bukan sekadar wacana kosong. Banyak yang menyesali sikap abai terhadap peringatan tokoh yang dikenal vokal memperjuangkan alam dan budaya Sunda itu.

Dedi Mulyadi dan Komitmen terhadap Lingkungan

Tokoh yang Konsisten dengan Isu Alam

Dedi Mulyadi bukanlah sosok baru dalam isu lingkungan. Sejak menjabat sebagai Bupati Purwakarta, ia dikenal memiliki perhatian besar terhadap pelestarian budaya dan alam. Ia kerap melakukan inspeksi langsung ke lokasi-lokasi rawan kerusakan, dan tidak segan mengkritik pemerintah atau perusahaan yang melakukan eksploitasi secara sembarangan.

Konsistensinya dalam menyuarakan perlindungan lingkungan membuatnya dihormati oleh banyak kalangan, meskipun juga tidak sedikit yang merasa terganggu oleh sikap kritisnya.

Pendidikan Ekologis untuk Generasi Muda

Selain turun langsung ke lapangan, Dedi juga aktif mengedukasi masyarakat melalui kanal YouTube dan media sosialnya. Ia menyampaikan pesan-pesan ekologis dalam bahasa yang mudah dipahami, sering kali diselipkan dengan humor khas Sunda dan pendekatan budaya.

Bagi Dedi, mencintai alam tidak cukup hanya dengan menanam pohon, tetapi juga harus disertai dengan kesadaran kritis akan dampak tindakan manusia terhadap keseimbangan ekosistem.

Refleksi: Peringatan yang Jangan Diabaikan Lagi

Belajar dari Kasus Gunung Kuda

Kasus Gunung Kuda harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak — baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha. Perlu ada kesadaran kolektif bahwa peringatan dari tokoh yang memahami kondisi lokal tidak boleh diabaikan begitu saja. Kajian ilmiah memang penting, tetapi suara dari lapangan sering kali lebih cepat menangkap gejala-gejala alam yang tidak terlihat dari balik meja birokrasi.

Peran Aktif Masyarakat

Masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan di sekitarnya. Jika ada aktivitas yang dirasa membahayakan atau merusak alam, suara masyarakat harus disalurkan dan ditanggapi serius oleh pemangku kepentingan. Edukasi tentang mitigasi bencana dan konservasi lingkungan perlu digalakkan sejak usia dini.

Penutup: Saatnya Mendengarkan Suara Alam

Momen Dedi Mulyadi mewanti-wanti Gunung Kuda yang rawan roboh pada tahun 2021 bukan hanya sekadar cerita masa lalu. Itu adalah simbol dari betapa pentingnya mendengarkan suara alam, melalui siapa pun yang menyuarakannya — entah itu aktivis, tokoh adat, atau masyarakat biasa.

Tragedi Gunung Kuda mungkin tidak bisa dihapus, tetapi kita bisa belajar darinya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Di tengah dunia yang terus berubah dan semakin terancam oleh krisis iklim, mendengarkan dan bertindak cepat atas peringatan seperti yang dilakukan Dedi Mulyadi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan.

Exit mobile version